Udara dingin
sore itu mulai menembus sela-sela dinding rumah jamal yang terbuat dari pagar.
Selang beberapa menit, tubuh ke 6 orang tersebut sudah dalam keadaan kosong.
Jiwa mereka telah mengembara meninggalkan raga menuju ke kerajaan siluman
katak. Perlu kalian ketahui, meskipun negeri kerajaan itu dipimpin dan dijaga
oleh para siluman katak, tetapi anak buah mereka terdiri dari berbagai jenis
setan yang menghuni sungai disana, mulai dari genderuwo, tuyul liar, dan
beberapa jenis setan-setan air.
Beragam jurus dan pusaka mereka
keluarkan untuk menaklukan para penghuni sungai. Suryana yang merupakan anak
murid Mbah anang, langsung memanggil khodamnya yang berupa 3 ekor harimau putih. Suryana sangat gagah bersama 3 ekor
harimau peliharaannya, membuat kakekku takjub.
Tidak butuh waktu lama, harimau-harimau
itu langsung mengamuk menghabisi anak buah raja siluman katak itu. Kakekku dan
rekannya yang lain hanya bertugas sebagai pelindung Suryana di sisi kiri dan
kanan, menghadapi jin-jin sungai dan siluman-siluman katak yang berukuran kecil yang sekali pukul mereka langsung lari
terbirit-birit.
***
Setelah bergelut selama hampir setengah jam, kakekku dan yang lainnya berhasil menaklukan hampir seisi kerajaan sungai itu. Istana raja katak itu mulai terlihat, padahal sebelumnya jika dilihat dari kejauhan areal batu besar itu hanyalah gumpalan kabut.
“Indah sekali,
mana mungkin batu besar di pinggir sungai itu kini bisa berubah menjadi istana
yang begitu megah dan tinggi.” Bisik kakekku di dalam hati. Tempat itu mungkin
lebih tepatnya seperti candi. Ukurannya tinggi menjulang ke atas. Pintu
gerbangnya terbuat dari marmer berukirkan relief bergambar siklus kehidupan
katak.
Mereka semua tertegun ketika kabut
yang menutupi istana siluman itu perlahan tersingkap. “Indah sekali istana ini
bang.” Ucap kakekku kepada Suryana. Meskipun bukan pertama kalinya Suryana
melihat istana siluman, tapi kali ini ia benar-benar kagum dibuatnya,
sampai-sampai tak terasa ia beberapa kali menelan ludah.
Kraaaaaarrrrrrrr....
Kakekku dan semua rekannya loncat
berlarian menyelamatkan diri ketika muncul Raja Siluman katak bersama dua ekor
siluman buaya yang merupakan pengawal pribadinya.
“Raja Siluman
Katak.” Suryana berteriak keras sekali, cukup untuk membuat jantung mereka
semua berdegup kencang. Kakekku terkejut setengah mati. Rupanya Raja siluman
katak tidak sendirian. Dia datang bersama kedua pengawalnya. “Siluman Buaya.”
Wajah kakekku membiru karena sawan.
Rupa mereka amat menyeramkan dengan
lengannya yang bercakar panjang dan rahang menganga. Kontan harimau peliharaan
Suryana langsung menyerang bergumul dengan siluman buaya itu. Ampun tak terkira
perkelahian hewan-hewan kelas berat itu. Sampai-sampai bumi bergetar ketika
harimau-harimau Suryana dibanting berkali-kali oleh siluman buaya.
Sudah kodratnya jika harimau tidak
akan menang melawan buaya, cakar dan gigi mereka bukan tandingan kulit keras
dan rahang kuat buaya. Mereka semua akhirnya kalah, siluman buaya itu seperti
berhadapan dengan anak-anak kucing, Suryana muntah darah dihajar oleh raja
siluman katak, mereka semua dengan terpaksa mundur sebelum riwayat hidup mereka
selesai disini.
Setan-setan sungai yang melihat
kesempatan emas segera datang berduyun-duyun untuk menyerang rombongan
kakekku yang sudah kalah dan kelelahan.
Setan-setan itu rupanya amat bersemangat menyerang mereka semua. Genting.
Para warga kebingungan melihat ke enam
orang yang melakukan penyelamatan kini terlihat mengerang-ngerang seperti
mengigau. Selang beberapa menit, operasi penyelamatan ini berubah menjadi
kesurupan massal. Seluruh warga kampung mengerubungi ke enam orang yang malang
itu. Suryana yang awalnya perkasa, kini sedang melata di lantai karena tubuhnya
dirasuki siluman buaya. Kakekku menangis tersedu-sedu, rupanya ia dirasuki
setan perempuan setengah badan yang belakangan kerap menampakkan diri di sungai
kepada para pemancing yang nasibnya sedang sial.
Di alam gaib, ke enam orang tersebut
nasibnya sedang tidak jelas karena di kerubungi ratusan makhluk gaib. Rupa dan
jenis mereka beraneka rupa. Setan gundul, siluman katak, dan semua dedemit
penghuni sungai menyerang mereka semua. Jangankan kembali ke tubuh untuk
kembali sadar, untuk bergerak saja sangat sulit. Kakekku hanya bisa pasrah,
mungkin ini takdir yang harus dia terima, jiwanya terjebak di sungai pinggir
kampung. Tragis.
***
Hari mulai berselimut gelap di rumah
Jamal. Hanya beberapa orang kerabat yang masih setia menungguinya, karena
setelah Adzan maghrib terdengar berkumandang di Radio butut milik pa RT Usman,
warga memutuskan untuk kembali ke rumah mereka masing-masing.
Lampu tempel di rumah Jamal kini
ditemani lampu petromak yang sengaja dipinjamkan oleh pak RT Usman. Lampu
berwarna kuning terang keputihan itu biasanya hanya disewakan untuk digunakan
dalam acara-acara penting seperti hajatan, ataupun acara tahlilan hari ke
tujuh.
Di atas tikar, mbah anang duduk
bersedekap sambil memejamkan matanya.
“Tolong ambilkan
air putih.” Di hadapannya, terbujur enam orang pemuda yang baru saja siuman.
Mereka bagaikan pesilat amatiran yang babak belur dipecundangi pesilat jawara. Tangan dan kaki
mereka seakan lumpuh karena kelelahan yang amat sangat. Kerabat Jamal memijati
dan memberi air sambil membaca ayat kursi.
Di kamar yang hanya bersekat pagar
bambu, orang tua Jamal sedang menangisi putra kesayangan mereka yang kini
sedang lahap makan nasi dan sayur asam. Mata Jamal yang semula kosong kini
seakan bersinar lagi. Jamal kini telah sembuh, jiwanya telah kembali bersatu
dengan raganya.
Setelah mereka semua benar-benar
sadar, Mbah anang menceritakan semua kejadian kepada kakekku dan yang lain.
Raja Siluman Katak itu akhirnya menyerah setelah Mbah anang mengerahkan bala
tentara jin miliknya yang berjumlah ribuan untuk meluluh lantakan kerajaan
Siluman Katak.
Mbah anang menjelaskan kepada Suryana
dan yang lainnya bahwa dia sengaja menjadikan mereka berenam sebagai umpan
hidup karena jika raja katak itu melihat pasukan Mbah anang, dia pasti segera
bersembunyi di dalam istananya, tidak akan keluar sampai kapanpun. Istana itu
adalah istana gaib yang tidak mungkin ditembus oleh jin-jin lain.
Mereka semua paham sekaligus jengkel
karena hampir mati atau gila gara-gara peristiwa tersebut. “Abah sudah makan
asam garam menghadapi hal seperti ini.” Ucapnya sambil tertawa. Apapun itu,
mereka tetap menerima semua keputusan yang telah diambil oleh abah.
Jamal akhirnya sehat seperti sedia
kala. Orang tua Jamal pun mengucapkan terima kasih kepada kakekku dan yang
lainnya.
“Terima kasih
kepada kalian semua, tanpa pertolongan kalian, saya tidak tahu bagaimana nasib
anak saya.” Ucap orang tua jamal. Suryana dan yang lain termasuk kakekku hanya
tersenyum tanpa banyak bicara karena badan mereka masih terasa remuk.
Sejak kejadian yang menimpa jamal,
Mbah anang meminta warga kampung agar berhati-hati ketika buang air di kebun
atau tempat lain yang sekiranya angker.
“Jangan sampai peristiwa yang menimpa Jamal terulang lagi di kampung
kita.” Pesan Mbah anang sambil mengusap-usap perut buncitnya.
Ku tutup diary milik kakekku karena jam sudah menunjukan
pukul 11 malam, mata mulai terasa sedikit sepat.
keren!
BalasHapusterima kasih
Hapus